1.
Teori Signal (Signaling Theory)
Menurut Hapyani P, N,
yang dikutip dari Ross,[1]
dalam membangun signaling teori berdasarkan adanya assimetric information antara well-informed
maneger dan poo-informed stockholder.
Teori
ini berdasarkan pemikiran bahwa menejer akan mengumumkan kepada investor ketika
mendapatkan informasi yang baik, bertujuan menaikan nilai perusahaan, namun
ivestor tidaka akan mempercayai tersebut, karena menejer merupakan interest parti. Solusinya perusahaan
bernialai tinggi akan berusaha melaukan signaling pada financial policy mereka
yang memakan biaya besar sehingga tiadak adap ditiruoleh perusahaan yang
memiliki nialai lebih rendah.
Signal adalah proses yang memakan
biaya berupa deadweight costing, bertujuan untuk menyakinkan
investor tentang nilai peruahaan. Signal yang baik adalah yang tidak dapat
ditiru oleh perusahaan lain yang memeiliki nilai lebih redah, karena faktor
biaya.[2]
Salah satu contoh yang diberikan
oleh Ross adalah tingkat laveragge perusahaan, yaitu perusahaan yang besar akan
membuat insentif yang mendorong mereka mengambil laveragge tinggi. Hal ini tidak akan dapat diikuti oleh perusahaaan
yang lebih kecil, karena mereka akan lebih rentan mengalami kebangkrutan. Hal
ini akan menciptakan separating
equilibrium yaitu dimana perusahaan yang memiliki nilai perusahan yang
lebih tinggi akan menggunakan lebih banyak hutang dan perusahaan yang memiliki
nilai yang lebih rendah akan lebih banyak menggunakan equity.
Teori ini akan mengungkapkan bahwa
investor dapat membedakan antara perusahaan yang memiliki nilai tinggi dengan
perusahaan yang memiliki nilai rendah dengan mengobservasi kepemilikan struktur
pemodalannya serta menandai valuasi tinggi untuk perusahaan yang hightly levered. Ekuilibrium stabil
karena perusahaan bernilai rendah tidak dapat meniru perusahaan yang lebih
tinggi.
Kelebihan teori ini adalah kemampuan
menjelaskan mengapa terjadi peningkatan harga saham sebagai tanggapan terhadap
peningkatan financial leverage. Kelemahan dari model ini adalah
ketidakmampuan dalam menjelaskan hubungan kebalikan antara profitabilitas dan laveragge. Kelemahan lain adalah tidak
dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang memiliki potensi pertumbuhan dan
nilai intangible asset tinggi harus
menggunakan lebih banyak hutang dari pada perusahaan yang mature (tangible asset
tinngi) yang tidak menggunakan hutang, akan tetapi didalam teori diperlukan
untuk mengurangi efek dari ketidaksimetrisan informasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar