Teori Keagenan (Agency Theory)
Jensen dan Meckling dalam Isnanta
(2008), menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham
sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang
dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham.
Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi
kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib
mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham. Karena unit
analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara
prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak
yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk
memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi
kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak
yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu :
1.
Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun
majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak
terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya
sendiri
2.
Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang
berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang
diterimanya.
Pada kenyataannya informasi
simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada didalam perusahaan
sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan,sedangkan
prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan
sehinggainformasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak
efisien tidak pernahterlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal
selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agensebagai pengendali perusahaan
pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyakdibandingkan dengan
prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan,
makatindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka
peluang agen untukmemaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan
tindakan yang tidak semestinya atausering disebut dysfunctional behaviour,
dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baikmemanfaatkan aset perusahaan
untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerjaperusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar