Kamis, 01 Maret 2012

agency teori


Teori Keagenan (Agency Theory)
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008),  menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham. Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak  yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu :

1.            Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri
2.            Risiko yang dipikul agen berkaitan  dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen  mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.

Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan,sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan sehinggainformasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernahterlaksana sehingga hubungan agen  dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agensebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyakdibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, makatindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untukmemaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atausering disebut dysfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baikmemanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerjaperusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar